Monday, July 10, 2006

opini soal tutupnya merdeka

MERDEKA - newspaper bukan sekadar berita tapi sebuah jiwaPT Pers Indonesia Merdeka1 Oktober 1945Rp 1,500/copyJl. Kebon Sirih 65, Jakarta 10340t: (021) 398-36488 (hunting)f: (021) 314-9562, 315-2940e: [EMAIL PROTECTED]CE: Wina Armada SukardiME: Ritno Hendro Irianto

Jumat malam, 24 Juni 2005 pukul 22.00 WIB, aku terima 'sandek' (pesan pendek)melalui seluler alias SMS dari seorang wartawan TEMPO yang isinya cukup mengejutkan: "Harian MERDEKA berhenti terbit!" Antara percaya dan tidak percaya, aku pun langsung mengontak beberapa teman di harian yang dirintis oleh almarhum BM Diah sejak 1 Oktober 1945 itu - sekadar konfirmasi. Namun ponsel mereka tak aktif. Setengah jam kemudian baru bisa tersambung. Rupanya para awak MERDEKA baru selesai rapat marathon dengan jajaran direksi PT Pers Indonesia Merdeka.Akhirnya aku yakin, berita ditutupnya MERDEKA itu ternyata memang benar adanya. Sedih juga mendengarnya. Sayangnya, aku tak bisa mengorek banyak informasi karenasituasi dan suasana yang tak memungkinkan untuk bertanya-tanya lebih rinci. Bayangkan saja, ada seorang wartawan MERDEKA yang bingung karena anaknya lagi sakit keras, sedangkan ia belum tahu akan dapat pesangon atau tidak. Bayang-bayang muram pasti menghantui mereka semua: dengan ditutupnya koran yang selama ini mampu menghidupi keluarga mereka, selanjutnya akan bekerja dimana? Bagaimana kiat mencari uang halal agar kuali di dapur tak terbalik? Masih adakah secercah cahaya di esok hari buat mereka yang bernasib malang?Kenapa kabar ditutupnya MERDEKA itu buatku 'cukup mengejutkan', bukan 'amat mengejutkan'? Yah, karena sebelumnya aku sudah punya firasat bahwa koran ini takkan panjang usia. Pertama, berdasarkan pemantauan dari hari ke hari, pemasang iklannya amat minim. Menurutku, tampilanMERDEKA tak jelek-jelek amat, bahkan lebih 'kinclong' dibandingkan saatdikelola keluarga BM Diah. Namun 'kekinclongan' itu agaknya tak mampumenggerakkan hati para biro iklan dan pemilik produk/jasa untuk pasang iklan disana.Kedua, sejak seminggu lalu pak loper koran tak lagi mengantar MERDEKA tiap pagi. Pada 21 Juni lalu aku sempat bersua dengan wartawan MERDEKA bung Muhamad Isnainidi sebuah acara, namun ia tak bercerita apa-apa. Begitu pula saat aku ber-smsdan bere-mail ria dengan mbak Amor di bagian iklan, ia juga tak bercerita bahwakorannya mau tutup. Ini kali keempat media cetak yang digawangi Wina Armada Sukardi tersebut harus berakhir tragis: menghunjam berkalang kubur. Pertama harian PRIORITAS, kedua majalah NEO, ketiga tabloid BINTANG MILLENIA, dan keempat harian MERDEKA. Semoga tak ada yang kelima dan seterusnya. Untunglah, MATRA sempat tertolong oleh 'gerojokan' duitnya Bu Sri. Bagaimana dengan majalah FEMALE? Akankah bernasib serupa? Apakah surutnya pamor bisnis Wina terkait dengan 'lengsernya' sang kakak - Laksamana Sukardi - dari kursi menteri? Apakah bank-bank tak mau lagi mengucurkan pinjaman karena ia bukan lagi adik si menteri? Walahualam.Menurutku, Wina tak punya 'sentuhan Midas' di bisnis media. Terlalu banyak media yang mau ia kelola, namun tak fokus. Belum lagi kesibukannya memproduksi berbagai judul film layar lebar yang sebagian 'jeblok' di pasaran. Padahal trend pebisnis di zaman kini kan musti fokus, fokus, fokus! Lain cerita kalau seluruh bisnis yang dilakoninya itu sudah 'moncer', nongkrong di puncak Menara Babil - minimal masuk SWA 100 atau FORTUNE 500. Yah, ini pelajaran berharga buat kita semua. Waspada, waspada, waspada! Oleh Radityo Djadjoeri,

Jakartae: [EMAIL PROTECTED]-------Komentar dari Indiah Sari - Ideaplus Productions,

Jakartae: [EMAIL PROTECTED]Saya ikut prihatin dan berduka dengan berita penutupankoran MERDEKA. Di banyak pekerjaan saya berhubungan denganrekan-rekan pers, koran MERDEKA adalah salah satu yang kooperatif. Saya berharap semoga penutupan ini tidak lama. Semoga akan ada investor yang berkenan untuk membangkitkan kembali media ini.------

Komentar dari Mangkue: [EMAIL PROTECTED]Saya bisa membayangkan perasaan temen-temen wartawan Harian Merdeka.Beberapa tahun lalu koran tempat saya bekerja juga tutup. Ingin saya sampaikan semoga teman-teman di harian Merdeka tabah. Payahnya, kadang-kadang kita harus berjuang cukup alot untuk sekadar mendapatkan pesangon ala kadarnya. Cuma untuk sekadar bertahan sampai dapat pekerjaan baru.

Komentar dari H.D. Haryo Sasongkoe: [EMAIL PROTECTED]Saya kira, ini karena gaya manajemen yang itu-itu juga sejak BM Diah & Herawati Diah: (1) Terlalu rendah dalam memberikan honor penulis. Saya (Merdeka yang dulu) pernah dikomentari ketika mau ambil honor tulisan saya: "Lho, sudah dimuat saja untung, kok minta honor...!" (2) Sangat diskriminatif dengan penulis. Hanya lingkungannya sendiri yang tulisannya dimuat. Bahkan wartawannya ikut menjadi penulis, fotonya nampang dipajang. Mirip koran onani. (3). Isinya tidak mampu mengantisipasi kebutuhan pembaca. Koran MERDEKA yang sekarang baru wafat itu kualitas manajemennya sama dengan MERDEKA yang dulu (sehingga banyak yang rame-rame pergi bikin RAKYAT MERDEKA). Dan juga sama dengan yang lebih dulu lagi (era BM Diah). Koran "perjuangan" yang tak perlu uang, tak perlu pembaca, tak butuh iklan. Cetak sendiri, baca sendiri. Padahal, bikin koran itu bisnis, bukan revolusi perjuangan seperti MERDEKA yang pertama kali terbit pada 1 Oktober 1945.

Komentar Richard Y. Susilo e: [EMAIL PROTECTED]Anda punya email dan nomor ponsel Wina Armada? Dia sahabatku satu tempat kerja saat kita di PRIORITAS dulu.

detik-detik penutupan














awak redaksi in action

Katanya sih, awak redaksi eks Merdeka paling hebat, gimana nggak mereka bisa kerja garap satu koran, dengan hanya sekitar 20 orang aja. (jangan-jangan turunan jin semua). bahkan, rata-rata satu orang punya tanggung jawab satu halaman. Meskipun beraaaaaaat banget, tapi ternyata mereka-mereka mau juga ngejalaninnya (entah karena loyalitas sama perusahaan, atau mungkin karena demi gaji setiap bulannya :>). Yang pasti, meskipun setiap harinya sibuk sama deadline, tapi yang namanya ngebanyol, ngeguyon, selalu ada setiap harinya. malahan, urusan nonton BF rame-rame atas prakarsa Odonk gak pernah ketinggalan (Pintu teater 2 telah dibuka, bagi yang telah memiliki iket diharap menuju kepojokan. Itu kata mr Odonk setiap kali aksinya dimulai). Selain itu, meskipun muka udah berlipet sepuluh karena dikejar deadline, kalau urusan mau difoto sih, mereka yang rata-rata narsis ini langsung say cheese and action deh. weleh weleh, deadline woiii para buruh pabrik tahu !!!!!





















Sunday, July 09, 2006

kesebelasan ceplis











meskipun nggak sehebat tim-tim andalan dunia yang berlaga di Piala Dunia, tapi semangat kesebelasan ceplis ini cukup ok juga lho. Liat aja gimana kompaknya mereka. buktinya, si odonk, keliatan akrab banget pegangan tangan sama om syamsil, dan juga pak bambang sama mas erik ini. (wah akrab atau apa nih? heheheh). Awas, si gondrong Ibnu menerobos ke pertahanan lawan, namun dihadang oleh peluit yang ditiupkan wasit Wina Armada Sukardi (nggak dikantor , gak dilapangan doi terus aja jadi pimpinan ya :D). kesebelasan ceplis ini juga jadi ajang pamer body, dari mulai yang ceking kaya kang dhany dan si tomat, sampe yang perut agak om-om punya mas syamsil dan pak bambang. Dan gak kalah hebatnya, mas Lukman meskipun selalu rapi (maklum SDM harus memberikan teladan yang baik, meskipun dari cara dandanan aja) tapi tetep semangat, liat aja rambutnya yang selalu keliatan rapi, tumben bgt disini bisa keliatan lompat-lompat :>. Intinya, meskipun cuma bisa berlaga di ajang tarkam (antar kampung), keseblasan ceplis ini, boleh juga kemampuannya unjuk gigi.